Wir verwenden Cookies und Daten, um

Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um

Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.

Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.

Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.

20 % diubah menjadi pecahan biasa = ... ? 20 persen diubah menjadi pecahan biasa = ... ? dua puluh persen diubah menjadi pecahan biasa = ... ?

Persen sebenarnya merupakan sebuah pecahan dengan nilai penyebut 100. Jadi, untuk mengubah persen menjadi pecahan, cukup menjadikannya pecahan berpenyebut 100. Misalnya: 23 % = 23/100.

Selanjutnya, jika pecahan yang dihasilkan bukan merupakan pecahan paling sederhana, maka pecahan tersebut sebaiknya disederhanakan.

Jadi, 20 persen jika diubah menjadi pecahan biasa menjadi

Jika anda membutuhkan Kalkulator, gunakan kalkulator berikut

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Alkisah di Riau pada jaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang sangat miskin. Mereka hidup serba kekurangan karena penghasilan mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Jangankan untuk membeli lauk pauk, untuk mendapatkan beras pun kadang-kadang harus berhutang pada tetangga. Hidup mereka benar-benar memprihatinkan.

Suatu hari pak Miskin bermimpi. Seorang kakek datang menemuinya dan memberikannya seutas tali. “Hai Miskin! Besok pergilah merakit dan carilah sebuah mata air di sungai Sepunjung!” kata si kakek yang kemudian menghilang.

Pak Miskin terbangun dengan bingung. “Wahai, mimpi apa aku tadi? Kenapa kakek tadi menyuruhku pergi merakit?” kata pak Miskin dalam hati.

Hari masih pagi, ketika pak Miskin akhirnya memutuskan untuk mengikuti pesan si kakek. “Tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu aku mendapatkan keberuntungan,” pikir pak Miskin.

Maka pergilah ia dengan menggunakan perahu satu-satunya. Dia terus mendayung di sepanjang sungai sambil mencari mata air yang dimaksud si kakek dalam mimpinya. Tidak berapa lama dilihatnya riakan air di pinggir sungai pertanda bahwa di bawah sungai itu terdapat mata air. “Hmmm, mungkin ini mata air yang dimaksud,” pikir pak Miskin.

Dia menengok ke kanan dan ke kiri mencari si kakek dalam mimpinya. Namun hingga lelah lehernya, si kakek tidak juga kelihatan.

Ketika dia sudah mulai tidak sabar, tiba-tiba muncullah seutas tali di samping perahunya. Tanpa pikir panjang ditariknya tali tersebut. Ternyata di ujung tali itu terikat rantai yang terbuat dari emas. Alangkah senangnya pak Miskin. Cepat-cepat ditariknya rantai itu. “Oh, ternyata benar, ini adalah hari keberuntunganku. Dengan emas ini aku akan kaya!,” kata pak Miskin dengan gembira.

Dia menarik rantai itu dengan sekuat tenaga dan mengumpulkan rantai tersebut di atas perahunya. Tiba-tiba terdengar kicau seekor burung dari atas pohon: “Cepatlah potong tali itu dan kembalilah pulang!”

Namun karena terlalu gembira, pak Miskin tidak mengindahkan kicauan burung itu. Dia terus menarik rantai emas itu hingga perahunya tidak kuat lagi menahan bebannya. Dan benar saja, beberapa saat kemudian perahu itu miring dan kemudian terbalik bersama pak Miskin yang masih memegang rantai emasnya.

Rantai emas yang berat itu menarik tubuh pak Miskin hingga terseret ke dalam sungai. Pak Miskin berusaha menarik rantai itu. Namun rantai itu malah melilitnya dan menyeretnya semakin dalam.

Pak Miskin yang kehabisan udara, gelagapan di dalam air. Dengan susah payah dia melepaskan diri dan kembali ke permukaan. Dengan nafas tersengal-sengal dilihatnya harta karunnya yang tenggelam ke dalam sungai. Dalam hati dia menyesal atas kebodohannya. Seandainya dia tidak terlalu serakah pasti kini hidupnya sudah berubah. Tapia pa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Dan pak Miskin pun pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.