Lepas Penatmu di Bobocabin!

Kangen dengan suasana alam Indonesia yang hijau dan menyegarkan? Cobain glamping di Bobocabin, yuk! Mengusung konsep futuristik lengkap dengan teknologi Internet of Things, Bobocabin siap menemani kamu merasakan kesejukan serta tenangnya alam dalam balutan teknologi canggih.

Kabin-kabin yang tersedia pun telah dilengkapi dengan fasilitas khas Bobocabin seperti Smart Window dan B-Pad. Untuk masalah internet, kamu tidak perlu khawatir. Bobocabin tentunya sudah menyediakan Wi-Fi kencang untuk memperlancar semua kegiatan daring kamu! Agar keseruan semain lengkap, Bobocabin juga melengkapi diri dengan fasilitas campire & barbeque.

Pilihannya sendiri cukup beragam. Kamu bisa memilih Bobocabin Ranca Upas, Cikole, Gunung Mas, Batu Malang, Baturraden, Signature Toba, dan Kintamani. Untuk reservasi dan informasi lebih lanjut, unduh dulu aplikasi Bobobox di sini!

Foto utama oleh: Asso Myron via Unsplash

PEKAN ini di Pier 36, Kota New York, Amerika Serikat, kompetisi tato paling bergengsi di dunia digelar. Seniman Tato asal Indonesia, Akbar Tawakkal atau Ata, mampu meraih prestasi gemilang dengan memboyong dua penghargaan.

Ata meraih penghargaan untuk kategori Color Realism yang merupakan kategori untuk pemenang yang mampu membuat tato serasa hidup. Penghargaan kedua untuk Ata melalui kategori The Best Large Color yang membuat seniman tato harus bisa mengaplikasikan warna yang jelas di gambar yang besar.

Kompetisi yang terkenal dengan sebutan 'The New York Tattoo Convention' itu mengumpukan para seniman tato dari berbagai belahan dunia untuk memamerkan keahlian, kreativitas, dan seni mereka.

Baca juga : Jungkook BTS Ungkap Tato Favoritnya

Dalam kompetis itu, Ata harus bersaing dengan seniman tato terkenal dunia yang punya gaya dan kreativitas masing-masing.

"Indonesia punya budaya yang kaya. Ini beneran bukti bahwa bakat bisa meroket tanpa ada yang batasin, dan bisa tampil di panggung internasional," kata Ata.

Baca juga : Biddokes Polda Jawa Timur Pecahkan Rekor Muri Hapus Tato 1.390 Orang

Keberhasilan Ata diharapkan jadi inspirasi buat seniman tato yang lain di Indonesia dan di seluruh dunia.

"Ini menunjukkan kalo dengan semangat, kerja keras, dan komitmen buat sempurnain bakat, siapa pun bisa jadi hebat, bahkan di panggung tato internasional yang gede banget kayak gini," imbuhnya. (Z-5)

Belanja di App banyak untungnya:

Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)

TATO merupakan suatu wahana identitas yang menyebar tidak hanya di belahan dunia barat, tetapi juga mulai mewabah di Indonesia. Tato mempunyai peran yang lebih melebar melebihi perannya pada masa lalu.

Indonesia juga memiliki suku-suku yang memiliki ciri khas berupa tato di tubuhnya. Mungkin bagi kebanyakan orang, seseorang yang memiliki tato selalu diidentikkan dengan kejahatan, kriminal dan hal-hal negatif lainnya.

Akan tetapi, tidak semua orang yang bertato adalah pelaku kejahatan atau kriminal. Banyak di antara mereka yang memiliki tato itu adalah orang-orang terkenal.

Nah, kali ini Okezone merangkum dari beberapa sumber untuk mengetahui suku-suku apa saja yang memiliki budaya tato di Indonesia.

Baca Juga: 4 Gaya Selebriti yang Ikut Meriahkan Kampanye Akbar Jokowi-Ma ruf di GBK

Suku Mentawai adalah suku yang mendiami daerah di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Orang-orang di suku Mentawai memiliki tradisi mentato tubuhnya sendiri dengan motif-motif khusus dan tidak sembarangan yang disebut dengan istilah “Titi”.

Sedangkan orang yang pandai mentato disebut dengan nama “Sipatiti” atau “Sipaniti.” Tato yang terlihat di tubuh orang-orang Suku Mentawai menyimbolkan keseimbangan alam dan keindahan serta sebagai balas jasa yang diberikan kepada Sipatiti.

Rata-rata motif tato Suku Mentawai adalah batu, hewan, tumbuhan, busur, panas, mata kail, duri rotan, tempat sagu sampai dengan binatang ternak. Bahkan, konon tato Suku Mentawai ini adalah seni rajah tubuh tertua di dunia dan lebih tua dari tato Mesir.

Sekarang ini, seni rajah tubuh Suku Mentawai sudah semakin jarang ditemui karena masuknya ajaran agama dan pendidikan. Akan tetapi, bagi Anda yang ingin melihat seni tato Suku Mentawai, dapat berkunjung ke Desa Madobak, Ugai dan Matotonan yang berada di hulu Sungai Siberut Selatan, Pulau Siberut, kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Baca Juga: Lihat Transformasi Briptu Eka saat Hamil dan Sebelum Hamil, Cantik Mana?

Seperti halnya tato Suku Mentawai, seni rajah tubuh Suku Dayak juga merupakan yang tertua di dunia. Ada beberapa suku di Kalimantan yang memiliki tradisi mentato tubuhnya, yaitu Suku Dayak Iban, Suku Dayak Tunjung, Suku Dayak Taman, Suku Dayak Daratan, Suku Dayak Kenyah dan Suku Dayak Kayan.

Dalam tradisi orang-orang Dayak, seni tato adalah ritual tradisional yang memiliki kaitan dengan peribadatan, kesenian dan pengayauan serta sebagai penanda status sosial juga untuk identitas kelompok.

Tato Rekong, tato ini biasanya di ukir bagian leher, bagi yang memiliki tato ini biasanya memiliki kedudukan seperti timanggong dan panglima. Sedangkan tato bunga terong, tato ini ibarat pangkat bagi masyarakat Dayak.

Pada umumnya ukiran pertama kali tato ini di buat terletak pada bagian bahu, tangan, kaki dan perut bahkan ada yang membuatnya di seluruh tubuh.

Kemudian, ada tato kelingai yang melambangkan binatang yang hidup di lubang, biasanya di ukir pada bagian paha dan betis. Tato ini mengartikan bahwa hidup kita tidak pernah terlepas dari alam.

Bahkan, konon tato Suku Mentawai ini adalah seni rajah tubuh tertua di dunia dan lebih tua dari tato Mesir. Sekarang ini, seni rajah tubuh Suku Mentawai sudah semakin jarang ditemui karena masuknya ajaran agama dan pendidikan.

Akan tetapi, bagi Anda yang ingin melihat seni tato Suku Mentawai, dapat berkunjung ke Desa Madobak, Ugai dan Matotonan yang berada di hulu Sungai Siberut Selatan, Pulau Siberut, kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Suku Moi merupakan orang-orang yang mendiami daerah di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Bahkan menurut para pakar budaya menyebutkan bahwa seni rajah yang dimiliki Suku Moi ini dimulai sejak zaman Neolitikum.

Rata-rata motif tato yang digunakan oleh orang-orang Suku Moi adalah geometris dan garis-garis melingkar disertai dengan titik-titik berbentuk segitiga kerucut atau tridiagonal. Bagian tubuh yang sering dijadikan obyek tato adalah dada, pipi, kelopak mata, betis, pinggul dan punggung.

Sayangnya, sekarang ini sudah banyak generasi muda Suku Moi yang tidak menggunakan seni rajah tubuh ini di badan mereka karena tradisi ini sudah dianggap kuno dan masuknya modernisasi di daerah tersebut. Tentunya akan sangat disayangkan jika budaya asli Indonesia yaitu seni rajah tubuh ini menghilang karena para generasi.

Cukup panjang kalau harus menceritakan perjalananku hingga akhirnya menggeluti dunia tato sehingga memiliki studio tato sendiri di Bali. Aku adalah campuran Belanda-Jawa di mana sedari kecil besar dengan banyak ornamen yang berlainan. Opa yang seorang Belanda seringkali tidak menghiraukan kepercayaan lokal yang justru membuatku penasaran menelusuri budaya Indonesia lebih dalam. Seperti soal wayang dan keris. Waktu kecil seringkali diperingatkan untuk tidak dipegang atau dimainkan sembarangan. Aku kemudian menjadi cari tahu lebih banyak soal itu.

Selama aku tinggal sendiri di Eropa, aku tidak pernah merasa puas meski berbagai mimpi sudah tercapai. Tapi ada yang selalu kurang. Tahu kan perbedaan gaya hidup orang Barat dan Indonesia? Di sana mereka hidup sangat individualis sedangkan di sini sungguh kekeluargaan. Itulah yang aku rasakan. Aku memahami bahwa dimanapun aku bekerja sendiri pasti akan selalu ada yang kurang. Di situ pun aku jadi paham bahwa apa yang ingin aku pelajari ada di sini, di Indonesia. Kalau di Eropa aku belajar banyak hal teknis tapi kalau di Indonesia aku belajar cara hidup. Semua pola dan gambar yang menginspirasi karyaku ada di sini, di Indonesia.

Buatku tato adalah sebuah seni dengan kanvas terumit. Saat menggambar di kertas, sebagus apapun itu tidak akan hidup. Semakin kertas itu menua, gambar tersebut tidak akan hidup. Sedangkan kulit manusia itu kompleks – berubah-ubah – ada bentuknya ada ukurannya. Sehingga kanvas yang ingin aku geluti, ya kulit manusia. Aku percaya tato adalah sebuah penggambaran diri, identitas kita untuk memberitahu dari mana kita berasal. Itulah mengapa karyaku terfokus pada budaya Indonesia dari mana aku berasal dan lahir. Jadi kalau dulu kita bisa melihat pola yang berasal dari Jawa atau Bali di kain, kini bisa dilihat di tangan atau bagian tubuh lainnya. Aku hanya memindahkan mediumnya saja.

Aku percaya tato adalah sebuah penggambaran diri, identitas kita untuk memberitahu dari mana kita berasal.

Apabila harus menjelaskan filosofi karya-karyaku (terutama yang memiliki unsur budaya Jawa dan Bali) sebenarnya dapat diwakili dari arti nama studioku: Sekala 369. Arti kata Sekala adalah dapat dilihat. Sadar kan kalau nenek moyang kita itu meninggalkan begitu banyak budaya dan ritual yang diturunkan dari generasi ke generasi di mana pola dan benda-benda budaya juga termasuk di dalamnya? Nah, itulah yang dapat kita lihat. Selain aku juga ingin tempat ini menjadi tempat yang bukan sekadar tempat untuk membuat tato tapi untuk mereka teman-temanku yang ingin menggambar dan memperlihatkan gambar mereka. Sedangkan 369 itu dapat didefinisikan sebagai karma yang berlipat ganda. Kelipatan 3, 6, dan 9 melambangkan karma kecil, medium, dan besar. Dalam hal ini aku mengaitkannya pada warisan budaya di mana nenek moyang kita sudah mewarisinya pada kita (pada saya), kemudian aku menggembangkannya dalam karya tato yang kemudian aku harap bisa mewariskan pada generasi berikutnya.

Namun memang penerimaan tato di negara kita belum semulus itu. Banyak orang yang masih memiliki stigma negatif soal orang yang bertato, yang dikaitkan dengan pribadi yang buruk bahkan mengarah ke kriminalitas. Banyak juga yang mengaitkannya pada agama di mana beberapa agama melarang memiliki tato. Padahal dalam sebuah tato terdapat sisi spiritual. Ingin mencari tahu diri kita siapa, identitas diri adalah hal yang berkaitan erat dengan spiritual. Itulah juga yang terdapat dalam unsur tato di mana sebenarnya dahulu menjadi sebuah tanda identitas. Sebelum masuknya agama ke Indonesia kita sudah punya budaya sendiri. Pendahulu kita memiliki tato untuk memberitahukan dia keturunan siapa, jabatannya apa. Sehingga kalau mau dipikirkan lebih dalam tato tidaklah negatif. Faktanya meski kita membubuhkan gambar tengkorak di badan, kalau kita berperilaku baik kita akan tetap baik, toh?

Semuanya sebenarnya berasal dari apa yang ada di kepala kita saja. Dulu tato di tanganku berisikan penuh dengan gambaran. Kemudian saya blok hitam semua. Aku merasa semua arti yang ingin aku ingat ada di kepala jadi belum tentu harus aku gambarkan di tubuh. Contohnya dulu saya pernah punya pelanggan yang ingin membuat tato di mana dia dapat menggambarkan dia sayang sekali dengan anaknya. Kemudian saya bilang: “You don’t need to tattoo it, your kid is in your heart, in your brain.” Jadi apapun gambar yang ingin ditunjukkan di sekujur tubuh, artinya tetap ada di otak kita. Meski hanya berupa garis lurus saja. Tato juga sebenarnya menjadi sebuah pengingat hidup kita. Saat kita melihat kembali tato yang ada di tubuh kita mengingat memori saat membuatnya, apa yang terjadi di waktu tersebut, era tersebut. Sehingga saat aku membubuhkan budaya Jawa atau Bali pada gambar tato yang dibuat itu pun akan mengingatkan kita pada apa yang kita ingin percaya atau ketahui tentang budaya tersebut.

Suku Mentawai, Sumatera Barat. (Foto: cloudfront.net)

Beberapa suku di berbagai negara di dunia memiliki kebudayaan menato tubuhnya, seperti di Amerika Latin dan Afrika. Tidak hanya di luar negeri, di Indonesia juga memiliki beberapa suku yang memiliki seni budaya tato di tubuhnya. Suku apa aja, ya?

Suku ini tinggal di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Mereka mempunyai kebiasaan mentato tubuhnya dengan motif khusus yang disebut “Titi”. Sebutan untuk orang yang pandai membuat tato di Mentawai adalah “Sipatiti” atau “Sipaniti”.

Sebagian besar motif tato suku Mentawai ini adalah batu, hewan, tumbuhan, busur, mata kail, duri rotan, tempat sagu, dan binatang ternak. Ini merupakan lambang keseimbangan alam dan keindahan.

Tato suku Mentawai diperkirakan merupakan seni tubuh tertua di dunia, bahkan lebih tua dari seni tato di Mesir. Tetapi di masa sekarang, kebudayaan tato Suku Mentawai sudah semakin jarang ditemui karena sudah masuknya ajaran agama dan pendidikan.

Tetapi seni tato ini masih bisa kita lihat di Desa Madobak, Ugai, dan Matotonan yang berada di hulu Sungai Siberut Selatan, Pulau siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera.

Suku yang ada di daerah Kalimantan juga memiliki kebiasaan mentato tubuhnya, seperti Suku Dayak Iban, Suku Dayak Tunjung, Suku Dayak Daratan, Suku Dayak Kenyah, dan Suku Dayak Kayan.

Menurut tradisi orang-orang Dayak, pembuatan tato ini merupakan budaya yang berkaitan dengan peribadatan, kesenian, serta sebagai penanda status sosial di dalam kelompok. Mereka percaya bahwa tato yang ada di tubuh dapat menyelamatkan diri dan menangkal pengaruh jahat.

Suku Mentawai, Sumatera Barat. (Foto: cloudfront.net)

Suku Dayak laki-laki dan perempuan memiliki pemikiran yang berbeda dalam membuat seni tato di tubuhnya. Yang laki-laki biasanya membuat tato dengan motif yang melambangkan kejantanan, keberhasilan dalam perang, dan identitas kesukuan. Bahkan mereka yang menato tubuhnya merasa bangga karena dapat membuat kesan spektakuler.

Bagi wanita, seni tato ini berfungsi sebagai sarana untuk mempercantik diri.

Seni tato pada Suku Moi sudah dimulai sejak zaman Neolitikum sekitar tahun 1500 SM. Suku ini hidup di daerah di Kabupaten Sorong, Papua Barat.

Motif tato yang dibuat biasanya berbentuk garis-garis geometris dan melingkar disertai titik-titik yang berbentuk segitiga kerucut. Bagian tubuh yang biasanya ditato adalah dada, pipi, kelopak mata, betis, pinggul dan punggung.

Saat ini seni budaya tato di Suku Moi sudah jarang dilakukan oleh generasi muda karena dianggap kuno. Sehingga diperkirakan seni menato tubuh di Suku Moi ini lama kelamaan bisa hilang karena tidak dilestarikan.

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

AIA Healthiest Schools Dukung Sekolah Jadi Lebih Sehat Melalui Media Pembelajaran dan Kompetisi

Mengacu pada KBBI, tato merupakan gambar atau lukisan pada kulit tubuh. Meski memiliki stigma yang buruk di mata sebagian orang, seni tato rupanya merupakan warisan kebudayaan manusia yang sudah ada sejak lebih dari 5.000 tahun lalu. Peradaban Nusantara juga tidak lepas dari seni melukis tato. Tiga suku di Indonesia bahkan memiliki tato dengan ciri khas dan makna tersendiri. Berikut ini adalah tiga suku dengan seni tato asli Indonesia.

Suku Mentawai merupakan suku tertua di Indonesia sekaligus salah satu tertua di dunia. Para pakar sejarah memperkirakan nenek moyang mereka bermigrasi ke Kepulauan Mentawai antara tahun 2000 hingga 500 Sebelum Masehi.

Hingga kini, Suku Mentawai masih memegang teguh adat istiadat dan tradisi mereka. Salah satunya adalah seni tato atau rajah yang mereka sebut Titi. Seni tato asli Indonesia ini merupakan yang tertua di dunia dan diperkirakan sudah ada sejak tahun 1500 SM, lebih tua dari tato Mesir kuno yang muncul tahun 1300 SM.

Suku Mentawai menjadikan tato sebagai alat komunikasi bagi setiap anggotanya. Tato tersebut mewakili identitas mengenai tanah asal, kedudukan sosial dan seberapa hebat sebagai pemburu.

Bagi Suku Mentawai, tato juga menjadi simbol keseimbangan antara kehidupan dan alam sekitar. Karena itu, motif seperti bebatuan, hewan, dan tumbuhan harus mereka abadikan pada tubuh. Selai itu, Mentawai memiliki ratusan motif lain seperti busur, mata kail, duri rotan, tempat sagu dan lainnya. Meski berbeda, tato Mentawai memiliki ciri khas motif berupa garis-garis dengan jarak tertentu, biasanya dengan memanfaatkan jari.

Pengukirannya juga tidak sembarangan dan terbilang ekstrem sebab masih menggunakan cara tradisional. Sipatiti atau Sipaniti, orang yang pandai menato, menggunakan jarum kecil yang terpasang pada kayu panjang. Ia mencelupkan jarum pada pewarna yang terbuat dari arang tempurung kelapa dan perasan tebu kemudian mengukirkannya pada kulit dengan cara dipukul-pukul pelan.

Prosesnya sendiri cukup memakan waktu. Pengukiran biasanya bermula di pangkal lengan saat anggota menginjak usia 11-12 tahun. Pengukiran kemudian berlanjut ke bagian paha ketika memasuki usia dewasa, 18-19 tahun. Memasuki usia lebih dari 19, penatoan berlanjut ke bagian dada, telapak tangan, dan pusar. Setelah itu, tato pun diberikan ke seluruh tubuh.

Sayangnya, seni tato asli Indonesia ini semakin jarang terutama karena masuknya agama dan pendidikan. Jika penasaran, kamu bisa melihat seni tato Suku Mentawai di Desa Madobak, Ugai dan Matotonan.

Baca Juga: Mengenal Suku Buton, Suku Bermata Biru Di Indonesia

Seni tato asli Indonesia selanjutnya bisa kamu temukan di Pulau Kalimantan. Tradisi tato yang dikenal dengan istilah Tutang ini biasanya dipraktikkan oleh Suku Dayak Iban, Tunjung, Taman, Daratan, Kenyah dan Kayan. Seni rajah Suku Dayak juga termasuk salah satu yang tertua di dunia yang kemungkinan sudah ada sejak tahun 1500-500 SM.

Pengukiran dan peletakannya pada tubuh juga tidak boleh sembarangan sebab masing-masing bentuk memiliki makna dan fungsi tersendiri. Motifnya sendiri cukup beragam, mulai dari salampang mata andau, buah terung, buah enggang. Ketam, kelingai hingga kalajengking. Motif tersebut juga memiliki makna tersendiri.

Tato di leher biasanya menunjukkan kedudukan seperti timanggong atau panglima sedangkan tato buah terung memiliki makna pangkat bagi masyarakat Dayak. Selain itu, tato kelingai yang biasanya diukir pada paha atau betis melambangkan hidup yang tak pernah lepas dari alam.

Bagi Suku Dayak, tato bisa menjadi simbol identitas kelompok dan menunjukkan bahwa pemilik tato merupakan keturunan asli Dayak. Tato juga merupakan simbol strata sosial dan kelas ekonomi. Semakin banyak tato berarti semakin tinggi derajat mereka di masyarakat.

Selain itu, tato asli Indonesia tersebut juga:

Pengukiran pada tubuh biasanya menggunakan duri pohon jeruk atau salak. Selanjutnya, Pantang (sebutan untuk penato) mencelupkan duri pada tinta kemudian memukul-mukulnya pada kulit objek tato. Tinta tersebut umumnya terbuat dari jelaga lampu yang telah tercampur dengan air gula atau perasan tebu agar lebih pekat.

Saat ini, masih ada generasi muda Suku Dayak yang mempertahakan tradisi tato mereka. Hanya saja, jumlahnya tidak sebanyak pendahulu mereka.

Baca Juga: Simak Mitos Di Indonesia Yang Banyak Orang Percayai Berikut Ini!

Papua memiliki tiga suku yang mempunyai tradisi membuat tato. Salah satunya adalah Suku Moi di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Seni tato asal Indonesia ini diperkirakan sudah muncul sejak zaman Neolitikum. Orang Austronesia dan Asia yang bermigrasi ke kawasan Papua di zaman prasejarah sekitar 3.000 tahun lalu berperan dalam mengenalkan tradisi tato pada Suku Moi.

Berbeda dengan tato modern yang bisa bermotif biasanya hingga rumit, motif tato Suku Moi terbilang sederhana. Motif tersebut umumnya terdiri dari pola geometris dan garis-garis melingkar dengan titik-titik berbentuk segitiga kerucut atau tridiagonal.

Desain tatonya kemudian akan mengikuti bentuk tubuh yang hendak di tato. Beberapa bagian tubuh yang kerap menjadi objek tato adalah dada, pipi, kelopak mata, betis, pinggul, dan punggung.

Tinta untuk tato biasanya terbuat dari campuran getah pohon langsat (loum) dengan arang halus (yak kibi) dari hasil pembakaran kayu. Karena penggunaan bahan tersebut, warna tato juga cenderung simple dan terbatas pada warna hitam, putih dan merah. Pengukirannya kemudian menggunakan duri pohon sagu atau tulang ikan yang dicelupkan pada tinta dan ditusukkan pada kulit bagian tubuh.

Bagi Suku Moi, tato merupakan hiasan tubuh sekaligus identitas diri. Semakin banyak tato, maka semain besar rasa bangga mereka. Sayangnya, seni tato asli Indonesia ini terancam punah dan hanya bisa kamu jumpai pada generasi tua Suku Moi. Karena sudah dianggap kuno dan tergerus modernisasi, generasi muda Suku Moi sudah meninggalkan tradisi tato tersebut.

Baca Juga: Perkaya Wawasan Dengan Kunjungi Destinasi Wisata Budaya Toba Ini!